Logo

RABIES

RABIES

Penyakit anjing gila atau rabies merupakan suatu penyakit infeksi yang bersifat akut yang menyerang susunan saraf pusat yang di sebabkan oleh virus yang terutama terdapat pada anjing, kucing dan kera.

 

Penyakit ini berbahaya, karena bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan maupun manusia selalu di akhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan.
Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada kerbau, Pening tahun 1889 pada anjing dan Eileris de Zhaan tahun 1894 pada manusia.

PATOGENESIS
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, selama 2 minggu virus masih dapat ditemukan di sekitar luka gigitan. Walaupun sebagian besar sudah mencapai ujung-ujung serabut saraf  posterior  tanpa menunjukkan perubahan fungsinya. Masa inkubasinya berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, umumnya 3-8 minggu sebelum mencapai otak.
Di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar ke semua bagian neuron, terutama sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah itu virus berjalan ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan saraf volunter maupun otonom. Virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan di dalam tubuh, seperti kelenjar ludah, ginjal dan lain sebagainya.

GEJALA KLINIS
1.    Stadium Prodormal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas dan kesemutan pada tempat bekas luka gigitan, di susul   dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3.    Stadium Eksitasi
Terjadi disfungsi saraf  simpatik dan otonom dengan gejala hiperhidrosis (banyak keringat), hipersalivasi (air liur menetes), hiperlakrimasi (mata berair), dilatasi pupil dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pada stadium ini penyakit mencapai puncaknya, gejala khas pada stadium ini adalah adanya macam-macam fobia diantaranya adalah hidrofobia (takut air). Dapat juga terjadi apnoe (gagal nafas), sianosis, konvulsi (kejang) dan takikardi (berdebar-debar). Kadang-kadang penderita dapat tidak rasional dan dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal.

4.    Stadium Paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Terkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paralisis (kelumpuhan) otot-otot pernafasan yang bersifat progresif, hal ini terjadi karena gangguan sumsum tulang belakang.


PENANGANAN  LUKA GIGITAN HEWAN RABIES
Setiap ada kasus luka gigitan hewan penular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan ialah dengan mencuci luka dengan air mengalir dan sabun atau /detergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70%, betadine, savlon, dll).
Luka bekas gigitan tidak di benarkan untuk di jahit, kecuali jahitan situasional  dan diberikan serum anti rabies (SAR), sesuai dengan dosis. Selain itu perlu juga dipertimbangkan pemberian vaksin/serum anti tetanus, antibiotika untuk mencegah infeksi dan analgetik (obat pereda nyeri).

PERAWATAN PENDERITA RABIES
-    Penderita di rujuk ke rumah sakit.
-    Sebelum dirujuk pasien di-infus dulu dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, bila perlu diberi anti konvulsan (obat anti kejang) dan sebaiknya pasien difiksasi selama dalam perjalanan ke rumah sakit.
-    Di rumah sakit pasien di rawat di ruang perawatan dan isolasi.

    Siapa pun bisa tergigit hewan yang berpotensi menularkan rabies, segera lakukan langkah pencegahan seperti yang tertulis diatas, segera laporkan hewan tersebut ke dinas peternakan setempat dan segera bawa penderita ke tempat pelayanan kesehatan setempat dan apabila di perlukan segera rujuk ke rumah sakit terdekat.

 

{ Oleh : dr. Eny Irawati }

*Dimuat dalam Majalah Kasih Edisi 33 ( JANUARI - MARET 2013 )

 

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev PENYULUHAN KESEHATAN
Next BEKERJA DENGAN HATI

Tinggalkan Komentar