Logo

SELAMAT MEMPERINGATI HARI AIDS SEDUNIA

SELAMAT MEMPERINGATI HARI AIDS SEDUNIA

1 DESEMBER 2014

Setiap tanggal 1 Desember di seluruh dunia memperingati hari AIDS sedunia, karena disemua negara telah terjalar infeksi virus HIV ini dan HIV-AIDS telah menjadi masalah kesehatan yang serius diseluruh dunia. Di negara kita yang kasus AIDS diketemukan pada tahun 1987 di Bali pada seorang turis asing, akhirnya meluas keseluruh wilayah Indonesia dimana di 33 propinsi telah ada kasus HIV-AIDS ini. Tema peringatan hari AIDS sedunia pada tahun ini adalah :” Cegah dan lindungi diri, keluarga, masyarakat dari HIV dan AIDS dalam rangka perlindungan HAM”.  Dari data yang dikeluarkan oleh Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, jumlah kasus baru HIV yang diketemukan sejak Januari sampai dengan September 2014 ada 22.869 orang sedang yang sudah mencapai stadium IV ( AIDS ) ada 1876 orang dan yang meninggal dunia ada 211 orang.

 

      Sedangkan jumlah kumulatif sejak tahun 1987 sampai 30 September 2014, maka jumlah HIV positif ada 150.296 orang, penderita AIDS ada 55.799 orang  sedangkan yang meninggal dunia ada 9.796 orang. Perlu kita sadari bahwa semua kasus HIV positif jika tidak mendapatkan pengobatan yang baik suatu saat akan masuk dalam stadium IV yaitu stadium AIDS yang angka kematiannya bisa meningkat. Namun dengan adanya standar pengobatan yang diberikan oleh pemerintah secara cuma-cuma untuk  obat anti viralnya dan pengobatan untuk infeksi penyertanya ternyata banyak penderita bisa membaik kekebalan tubuhnya dan tidak jarang yang bisa bekerja normal lagi. Kalau pada awal masuk rumah sakit tingkat kekebalan yang diukur dengan pemeriksaan CD4 bisa sangat rendah, dimana normalnya bisa diatas 1000 tetapi waktu masuk rumah sakit bisa turun sampai 50, bahkan beberapa penderita bisa 0, dengan pengobatan secara teratur dibantu dukungan moral dan materiil oleh keluarga dan lingkungan ada yang membaik dan sehat kembali walaupun tetap harus minum obat seumur hidupnya.
      Untuk kasus HIV positif antara laki-laki dan wanita seimbang yaitu 1 : 1, tetapi untuk kasus AIDS saat ini laki-laki lebih banyak dari wanita sekitar 2 : 1. Sedangkan faktor resiko penularan dari data terakhir sebagian besar melalui hubungan heteroseksual ( 86,4% ), kemudian melalui hubungan lelaki dengan lelaki ( 4,8 % ), dari ibu keanaknya ( 3,6 % ) dan akibat pemakaian jarum suntik yang tidak steril pada pecandu obat bius ( 2,6 % ). Memang sebagian besar penderitanya adalah kelompok usia produktif dimana untuk kasus HIV positif usia 25 – 49 th ada 73,6 %,  usia 20 – 24 th ada 14,9 % dan usia diatas 50 th ada 5,5 %. Bagi penderita HIV stadium IV ( AIDS ) kelompok usia 30 – 39 th ada 37,7 %, kelompok 20 – 29 th ada 26 %, dan kelompok 40 – 49 th ada 20,4 %. Ternyata untuk anak-anak dan orang tua juga semakin banyak diketemukan, karena menurut laporan kumulatif sampai Juni 2014 penderita AIDS usia kurang 1 th ada 238 anak, usia 1 – 4 th ada 963 anak, usia 5 – 14 th ada 439 anak dan usia 15 – 19 tahun ada 1.717 anak. Untuk keompok usia lanjut yang usia 50 – 59 th ada 1.869 orang dan usia diatas 60 tahun ada 550 orang.
      Dari data diatas ternyata untuk HIV dan AIDS semua lapisan mulai dari bayi baru lahir sampai usia lanjut bisa terkena, walaupun sebagian besar pada usia produktif dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan heteroseksual. Hal ini berarti hubungan seks bebas sangat berperanan dalam penyebaran infeksi HIV AIDS ini kecuali pada bayi dan anak biasanya tertular oleh ibunya sewaktu mengandung, melahirkan dan menyusui. Resiko penularan  melalui seks bebas ini harus menjadi tumpuan utama dalam gerakan mencegah terjadinya penularan HIV-AIDS ini. Dari data statistik kelompok yang paling rentan adalah kelompok remaja, sehingga usaha pencegahan harus difokuskan pada kelompok tersebut melalui berbaagai media dan cara. Kami pernah merawat penderita  AIDS pada usia sekitar 14 tahun ( setingkat pelajar SMA ), hal ini artinya anak ini sudah mengenal seks bebas sejak usia 10 tahun.  Kelompok lain yang rentan untuk tertular adalah kelompok ibu rumah tangga, karena banyak diantara pasien kami ada-lah ibu rumah tangga, yang tidak mengenal seks bebas, tetapi tertular dari suaminya yang pernah melakukan seks bebas baik karena pekerjaan yang jauh atau pekerjaan yang menyebabkan sering keluar rumah. Anak-anak mereka karena tinggal satu rumah juga rentan terjadi penularan. Penularan dalam kelompok rumah tangga biasanya karena adanya penularan lewat kontaminasi darah dari penderita.     Penularan ini biasanya karena pemakaian bersama alat alat rumah tangga seperti alat potong kuku, alat cukur, sisir, sikat gigi. Namun sebenarnya jika kulit kita utuh, selaput lendir mulut kita utuh, maka penularan lewat darah ini sangat sulit terjadi,karena virus HIV ini hanya bisa masuk lewat luka yang terjadi dikulit atau selaput lendir. Hidup satu rumah denganh penderita HIV-AIDS tidak otomatis mesti tertular, karena untuk menular membutuhkan pintu masuk berupa luka pada kulit atau selaput lendir.     Kami pernah merawat seorang laki-laki usia muda yang waktu masuk rumah sakit keadaannya sangat jelak, CD4 sangat rendah, tetapi dalam pengobatan dengan dukungan keluarga yang sangat baik akhirnya bisa sembuh dari infeksi penyertanya dan kekebalan tubuhnya semakin meningkat, bahkan kontrol terakhir CD4 yang awalnya dibawah 50 sudah mencapai diatas 500. Pada awalnya kami lakukan tes HIV pada isterinya (ternyata belum mempunyai anak), ternyata negatif dan secara serial dilakukan tes HIV juga tetap negatif. Pada suatu waktu keluarga ini minta ijin untuk mempunyai anak, dan sewaktu hamil dilakukan tes ulang pada isteri tetap negatif, dan pada waktu isterinya melahirkan semuanya ada dalam keadaan sehat dan isterinya tetap tes HIVnya negatif, dan juga anaknya.     Semua ini bisa terjadi karena ada saling menjaga antara suami isteri dan waktu melakukan hubungan suami isteri juga dengan cara yang aman sehingga resiko penularan melalui luka pada selaput lendir bisa dihindari dan hasilnya bisa mencegah penularan. Memang pada saat sakit berat kandungan virus dalam darahnya sangat tinggi sehingga resiko penularan juga sangat tinggi, namun jika kekebalan tubuh semakin baik maka kandungan virus dalam darahnya semakin turun, sehingga resiko penularan juga semakin menurun, walaupun stiap orang yang status HIV-nya positif tetap bisa menularkan penyakitnya pada orang lain.
    Virus HIV ini kalau masuk dalam tubuh akan beredar dalam darah dan akan mencari jenis sel darah putih tertentu yaitu sel limfosit T yang bertanggung jawab terhadap kekebalan tubuh. Ternyata perjalanan penyakit HIV-AIDS ini termasuk lambat, karena sejak masuk dalam tubuh, pada stadium I akan menimbulkan penyakit akut yang menyerupai penyakit flu biasa dengan badan panas, rasa pegal atau sakit di persendian dan otot, mual, sakit kepala dan kadang ada pembengkakan kelenjar getah bening.     Penyakit ini mirip sekali dengan flu, sehingga disebut flu syndrome, dan semua keluhan ini dalam waktu beberapa hari dan paling lama seminggu akan berkurang dan sembuh. Sesudah sembuh penderita akan memasuki stadium II yaitu stadium tanpa gejala. Saat ini secara perlahan jumlah sel limfosut T ( yang diperiksa dengan pemeriksaan CD4 darah), jumlahnya akan menurun mulai normalnya diatas 1000 per mm3 darah akan semakin turun sampai dibawah 350 per mm3 darah. Selama CD4 masih diatas 350 kekebalan tubuhnya masih relatif baik sehingga tidak ada keluhan sama sekali. Pada waktu CD4 mulai turun dibawah 350 maka kekebalan tubuhnya tidak mampu lagi mengatasi kuman-kuman yang masuk sehingga akan memasuki stadium III dengan gejala mulai gampang terkena flu, berat badan mulai menurun, mudah terkena infeksi jamur, terkena infeksi batuk oleh kuman yang disebut Pneumocystis Carinii yang menyerang paru-paru. Infeksi jamur bisa menyerang kulit, kuku, atau kerongkongan dan lidah. Yang paling sering kita jumpai adalah keluhan sering terkena lumpangen, sakit untuk menelan dan kalau kita lihat lidahnya tertutupi oleh selaput keputihan. Akhirnya pasien akan memasuki stadium IV yang disebut sebagai AIDS dimana berat badannya anak menurun > 10 %, sering panas lebih dari 1 bulan tanpa diketahui sebabnya, sering mengalami diare yang hilang timbul, badan semakin lemah, tidak ada nafsu makan, dan tidak jarang terjadi infeksi bersama dengan TBC paru. Dengan pemeriksaan darahnya yang disebut tes HIV akan bisa diketahui apakah darahnya memang mengandung virus HIV atau tidak. Tes HIV ini hanya akan positif kalau seseorang telah kemasukan kuman paling awal 1 bulan dan paling lambat 6 bulan sesudah kuman masuk dalam darah.     Hal ini berarti pada stadium I tes HIV akan negatif sampai 1 – 6 bulan sesudahnya. Pada waktu ini sering disebut dengan periode jendela ( window period ), dan diagnostik untuk HIV hanya bisa dikerjakan dengan pemeriksaan virus DNA untuk HIV, yang saat ini masih mahal biayanya. Tes HIV ini bisa positif karena dalam darahnya ada antibodi terhadap kuman HIV, walaupun antibodi ini tidak bisa menunjukkan adanya kekebalan terhadap virus HIV ini. Antibodi ini pada waktu ibu hamil bisa masuk kedalam tubuh janin, sehingga seorang janin yang dilahirkan oleh ibu yang HIV positif dalam darahnya akan mengandung antibodi terhadap virus HIV ini dan kalau dilakukan tes HIV  hasilnya akan positif walaupun dalam darah bayi ini tidak ada virus HIVnya. Antibodi bawaan dari ibu ke bayi ini akan menghilang dari tubuh bayi sesudah 18 bulan, sehingga kalau untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV pada bayi baru lahir tidak bisa memakai tes HIV tetapi harus memakai tes DNA virus HIV. Kalau sesudah bayi berusia diatas 18 tahun dan tes HIV-nya positif, berarti bayi tersebut ketularan HIV dari ibunya dan menderita infeksi HIV. Pengobatan HIV pada bayi sebelum usia 18 bulan adalah sesudah dilakukan tes DNA pada darah bayi dan tes HIV sesudah usia 18 bulan. Kalau pengobatan pada bayi bisa dilakukan sedini mungkin maka bayi bisa ditolong karena pertumbuhan badannya akan normal, tetapi kalau terlambat maka pertumbuhan badannya akan terganggu dan proses tumbuh kembang juga akan terganggu.
    Kita perlu mewaspadai infeksi HIV AIDS ini karena kasusnya akan semakin banyak diketemukan, dimana posisi saat ini provinsi yang paling banyak kasus HIV-AIDS adalah Papua, kedua adalah Jawa Timur, ketiga adalah DKI dan keempat adalah Bali, kelima adalah Jawa Barat dan keenam adalah Jawa Tengah dengan kasus kumulatif  HIV positif sampai dengan September 2014:  9.032 dan kasus AIDS ada  3.767.  
    Mari kita tingkatkan kewaspadaan kita terhadap penyakit HIV-AIDS ini dan kita bantu pencegahan dan pengobatannya sesuai dengan kemampuan dan profesi kita masing-masing.

 

{oleh : dr. Subroto, Sp.Pd., M.Kes.}

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 40 (OKTOBER-DESEMBER 2014)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev PERTOLONGAN PERTAMA PADA SITUASI GAWAT DARURAT YANG ANDA PERLU TAHU
Next PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Tinggalkan Komentar