Logo

KURANG TIDUR CEPAT MATI

Foto: CNTCD1 Office
KURANG TIDUR  CEPAT MATI

Tidur adalah kebutuhan mendasar manusia. Namun ada kalanya beberapa profesi menuntut jam kerja yang mengharuskan seseorang mengurangi jam tidurnya. Berita mengenai seorang dokter anestesi yang belakangan ini santer terdengar mengingatkan kita kembali akan pentingnya tidur. Dokter tersebut diduga mengalami kematian mendadak akibat kelelahan akibat bekerja. Ada juga yang menyatakan bahwa sang dokter meninggal dikarenakan memang memiliki kelainan jantung sebelumnya (Brugada Syndrome) yang tercetus dikarenakan beliau kekurangan tidur. Lalu apakah benar kurang tidur akan membuat seseorang cepat mati?

    Manusia memiliki kebutuhan tidur sesuai dengan usianya. Bayi dan anak-anak memiliki kebutuhan yang jauh lebih banyak dibandingkan orang dewasa maupun lansia. Namun pada kenyataannya tidak hanya usia yang berpengaruh pada kebutuhan tidur seseorang. Penelitian menunjukan pada negara Barat kebutuhan tidur rerata orang dewasa adalah 6,8 jam per hari dan ini lebih sedikit 1,5 jam dibandingkan 20 tahun yang lalu. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi, banyaknya hiburan baru seperti internet dengan gadget-gadget canggih yang membuat manusia tidak berhenti beraktivitas dan cenderung mengurangi waktu tidurnya. Beberapa studi kedokteran memang menunjukan adanya korelasi kurang tidur dengan peningkatan angka kejadian kardiovaskular yang dihubungkan dengan hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus.
    Beberapa profesi memang memiliki kecenderungan kekurangan waktu tidur. Tenaga medis, jurnalis yang dikejar deadline, para pekerja lapangan yang mengejar target lembur, para buruh shift malam adalah beberapa contoh profesi yang sepertinya tidak mengenal jam tidur regular seperti hal nya orang normal
    Foto yang sempat viral dari Polandia yang menunjukan seorang ahli bedah jantung transplantasi berfoto setelah berhasil melakukan transplantasi jantung selama 23 jam, sang asisten akhirnya tertidur di sudut ruangan karena kecapaian.
    “Karoshi” adalah Bahasa jepang dari meninggal karena kelelahan bekerja, popular di masyarakat Jepang pada tahun 1980-an akibat banyaknya buruh yang meninggal mendadak dikarenakan kecapaian bekerja dan kekurangan tidur, mengingat pada masa itu Jepang sedang memasuki masa industrialisasi (Japanese Economic Boom). Studi National Health and Nutrition Examination Survey menunjukan bahwa orang yang tidur kurang dari 5 jam dalam 1 hari meningkatkan risiko timbulnya hipertensi pada usia 32-59 tahun. Analisis yang diduga terjadi adalah terjadinya disregulasi fungsi saraf otonom  yang meningkatkan respon simpatis sehingga laju detak jantung basal akan meningkat (laju detak jantung pada keadaan istirahat) dan meningkatnya tonus pembuluh darah yang berakibat meningkatnya tekanan darah.
    Penelitan Tochikubo juga menunjukan meningkatnya produksi hormone norepinephrine urine pada orang yang begadang malam hari. Norepinephrine sendiri akan mengakibatkan dinding pembuluh darah menjadi sempit (vasokonstriksi) dan meningkatkan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh Irwin menggunakan polysomnography (alat yang dipakai untuk mengetahui kualitas tidur seseorang) terhadap orang-orang yang kekurangan tidur secara kronis menunjukan penurunan fase gelombang delta (fase tidur paling nyenyak) yang akan berpengaruh pada proses proinflamasi dalam tubuh. Penelitian Born mendukung hal ini dengan menurunnya produksi interleukin 2 dan natural killer cell (sel baik  yang berperan dalam imunitas tubuh yang berperan untuk melawan sel kanker) pada orang yang kekurangan tidur.
    Penelitian Meier-Ewert menunjukan tingginya kadar C-Reactive Protein pada orang yang kekurangan tidur. Hal ini menunjukan proses inflamasi (radang) dalam tubuh. Orang yang kekurangan tidur juga akan mengalami stress psikososial yang akan membuat mereka lebih menyukai makanan yang tinggi akan kadar garam (potato chips, snack, goreng-gorengan). Pada studi yang dilakukan di Amerika menunjukan peningkatan angka kematian pada rerata pekerja yang bekerja 67 jam atau lebih dalam 1 minggu, dan studi di Jepang menunjukan peningkatan angka kematian akibat penyakit jantung coroner pada pekerja yang bekerja lebih dari 11 jam dalam satu hari.
    Spiegel melakukan penelitian dengan membuat subjek penelitiannya hanya tidur 4 jam dalam sehari selama 6 hari lalu diberikan periode recovery dengan tidur 12 jam dalam 6 hari kemudian. Hasil menunjukan pada saat fase kekurangan tidur hormone kortisol dalam darah akan meningkat dan meningkatnya respon tubuh terhadap resistensi insulin yang keduanya merupakan cikal bakal timbulnya diabetes mellitus tipe 2. Studi ini juga dibuktikan oleh Sleep Heart Health Study beberapa tahun kemudian dan Massachussetts Male Aging Study menunjukan bahwa seseorang yang hanya tidur < 5 jam dalam sehari akan berisiko dua kali lipat  mengidap diabetes mellitus 15 tahun kemudian dibandingkan dengan kelompok yang mendapat tidur 8 jam sehari atau lebih.
    Orang yang kekurangan tidur juga akan lebih mudah mengalami obesitas karena terjadi peningkatan  kadar grehlin (hormone lapar) dan menurunnya kadar leptin (hormone kenyang) serta terdapat penurunan kadar testosterone. Kekurangan tidur juga akan memicu terjadinya insomnia kronis karena berkurangnya kadar hormone melatonin yang merupakan hormon pencetus tidur. Orang yang kekurangan tidur kronis juga akan mengalami peningkatan produksi hormone tiroid sehingga terjadi peningkatan detak jantung, metabolisme basal tubuh, suhu tubuh.

Terdapat hipotesis psikologis dimana manusia sendiri sebenarnya diciptakan hanya dalam kondisi terjaga kurang lebih 16 jam dalam sehari. Dibutuhkan mekanisme stress psikologis yang memicu untuk terjaga lebih dari itu yang dengan kata lain seseorang biasanya dalam kondisi stress bila terjaga lebih dari 16 jam sehari. Stres ini bisa tercetus memang dikarenakan seseorang sedang dalam masalah psikologis seperti kondisi dililit hutang, masalah dalam pekerjaan, kecemasan berlebihan dan masalah hidup lainnya yang membuat terjadinya insomnia.

Jam tubuh manusia yang diatur oleh irama circadian juga akan terganggu bila kekurangan tidur terjadi terus menerus dan membuat regulasi simpatis terganggu. Penelitian Ogawa menunjukan peningkatan 12 mmHg dari tekanan darah sistolik pada orang yang kekurangan tidur dalam jangka waktu 1 minggu. Penelitian di RS Kobe Jepang menunjukan adanya peningkatan reaksi thrombositosis (penggumpalan darah) pada tenaga medis dan residen yang telah menjalani shift selama 40 jam bila dibandingkan dengan tenaga medis yang bekerja hanya 8 jam. Penelitian juga menunjukan berkurangnya fungsi kognisi otak pada orang yang kekurangan tidur.

Seluruh penelitian yang telah disebutkan diatas menunjukan fakta-fakta yang mendasari mengapa kebutuhan tidur harus dipenuhi. Jadi apakah kurang tidur mengakibatkan kematian? Jawabannya adalah iya namun secara tidak langsung yaitu melalui timbulnya penyakit-penyakit yang mencetuskan terjadinya kejadian cardiovascular seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Jadi memang ada benarnya Bang Rhoma dalam berdendang “Begadang jangan begadang”, namun mungkin perlu ditambah lirik “ Bila tak mau mati cepat”.n

Referensi
Sleep Duration as Risk Factor for Cardiovascular Disease : Current Cardiology Reviews, 2010
Cardiovascular, Inflamatory and Metabolic Consequences of Sleep Deprivation : Progress in Cardiovascular Disease, 2009
Dan Beberapa Sumber lain
 

Oleh : dr. Harry Pribadi

 

Dimuat di Majalah Kasih Edisi 50

Tentang Penulis

Prev HIDUP TERUS BERBUAH
Next KENALI DAN ATASI GEJALA KEPIKUNAN DEMENSIA

Tinggalkan Komentar