Logo

DOTS : KOMITMEN MELAWAN TUBERKULOSIS

klinik Dots di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto"
DOTS : KOMITMEN MELAWAN TUBERKULOSIS

Salah satu yang menjadi konsentrasi pemerintah adalah penanggulangan penyakit TBC atau tuberculosis. Pemerintah mendorong Rumah Sakit untuk melakukan pengawasan langsung, konsultasi intens melalui pengobatan jangka pendek. Salah satu cara yang digagas adalah dengan strategi DOTS. Apa itu?

 

    Secara singkat, DOTS adalah kependekan dari Directly Observed Treatment Shortcourse.  Program ini digelar ke Rumah Sakit sebagai strategi pemerintah untuk lebih memberikan penjelasan, wawasan dan pencegahan serta pengobatan untuk penanggulangan tuberculosis. DOTs Merupakan strategi penanggulangan Tuberkulosis di Rumah Sakit melalui pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung.  Pojok DOTs adalah tempat untuk konsultasi pasien TB.
    Apa itu DOTS? Kalau kita tulis dalam huruf kecil, “dots”, dan kemudian kita balik 180 derajat membacanya, akan terbaca sebagai “stop”. Memang demikianlah maksudnya stop tuberkulosis. Yang kalau kita jabarkan pengertian DOTS dapat dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis  untuk direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang pengawas.
    Selain itu tentunya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian, setiap penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan
    Hal ini memerlukan pengelolaan yang lebih spesifik, karena dibutuhkan kedisiplinan dalam penerapan semua standar prosedur operasional yang ditetapkan, disamping itu perlu adanya koordinasi antar unit pelayanan dalam bentuk jejaring serta penerapan standar diagnosa dan terapi yang benar, dan dukungan yang kuat dari jajaran direksi rumah sakit berupa komitmen dalam pengelolaan penanggulangan TB.
    Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
    Sejarah upaya penanggulangan TB dimulai pada awal tahun 1990-an WHO dan IUALTD (International Union Against Tb and Lung Diseases) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS, dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost efective).
    WHO telah merekomendasi-kan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.
    Sekadar informasi buat Anda: DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini.  Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
    Dengan tingkat kesembuhan yang tinggi, seharusnya DOTS bisa menjadi alternatif penyembuhan yang mumpuni dan menjadi gerakan massal dalam penanggulangan tuberculosis. Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia.

DOTS di Semarang
    Menjadi penting ketika semua Rumah Sakit bisa melaksanakan DOTS di wilayahnya masing-masing. Paling tidak, kepedulian dan semangat untuk memberi penyembuhan bisa ditularkan dengan pojok DOTS di Rumah Sakit masing-masing. Selain itu, pemahaman soal DOTS juga jadi penting, karena jangan sampai masyarakat bertanya, tapi malah pihak Rumah Sakit-nya yang kebingungan menjelaskan. Pemahaman soal DOTS harus dikuasai dulu sebelum membagikannya kepada masyarakat yang lebih luas.
    Data dari Dinas Kesehatan sendiri mengakui keterlibatan rumah sakit dalam melaksanakan DOTS memang rendah. Padahal strategi yang direkomendasikan WHO ini terbukti memberikan kesembuhan yang tinggi, bahkan mencapai 97 persen. Belum banyak rumah sakit terapkan DOTS karena posisinya pasien itu datang ke poli klinik, dan dokternya berganti-ganti sehingga pengobatannya tidak berkesinambungan.
    Mengenai kurangnya keterlibatan Rumah Sakit dalam melaksanan program DOTS ini diakui oleh dr Daniel Budi Wibowo, M.Kes, Direktur RS Panti Wilasa dr. Cipto. “Memang sebelumnya banyak yang belum terlibat, tapi sekarang melihat banyaknya pasien TB, Rumah sakit banyak berbenah. Pasien yang mengikuti program ini, harus mendapat konfirmasi, diagnosis, melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.”
    Setelah itu ia akan mendapat obat yang tepat dengan dosis tepat, dan harus meminum obat setiap hari sampai selesai pengobatan. TB dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara terus menerus selama 6-8 bulan. Tentu saja dibutuhkan kesabaran dari dokter dan pasien itu sendiri untuk ikut aturan dan pengobatan secara teratur dengan waktu yang sudah ditentukan.  Sekadar informasi, upaya peningkatan pelayanan kesehatan pada pengidap TB tidak luput dari tingkat ancaman penyakit yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Berdasarkan Global Report TB tahun 2010, Prevalensi TB di Indonesia adalah 285 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian TB telah turun menjadi 27 per 100.000 penduduk. TB hingga saat ini merupakan penyakit menahun yang terus mengancam kehidupan manusia.
    “Kami berpartisipasi dalam program TB DOTS ini karena melihat data dan fakta banyaknya penderita TB yang belum tertangani secara benar dan teratur.,” imbuh dr.Daniel
    Apa yang disampaikan oleh dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes, diamini oleh dr Nurendah Kristiana, MM, Ketua Tim DOTS RS Panti Wilasa “Dr. Cipto”. Menurut dr Nurendah, RS Panti Wilasa “Dr.Cipto” punya komitmen untuk terlibat dalam penanggulangan tuberculosis tersebut. “Kami terlibat aktif memberi penjelasan, penyuluhan dan tentu saja pengobatan kepada penderita tuberkulosis di RS Panti Wilasa “Dr.Cipto”. Tidak sekadar ikut, tapi juga memberikan pelayanan intensif dan berkesinambungan supaya penderita TB itu bisa sembuh dan pulih,” jelas dr Nurendah.
    Lebih jauh dr. Nurendah mengungkapkan bahwa pengobatan yang tidak teratur, dosis yang tidak tepat mengakibatkan kuman TB menjadi kebal obat. Akibatnya justru merugikan pasien sendiri karena pengobatan menjadi lebih lama dan obat yang harus diminum lebih banyak. Selain itu, penularan yang disebabkan oleh pasien dengan kuman kebal obat tentunya juga sedah resisten (kebal obat) juga. “Karena itu, jika sudah memutuskan untuk mau minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT), pasien harus konsisten meminumnya sampai tuntas dan dinyatakan sembuh atau pengobatan sudah lengkap,” jelas dr. Nurendah.
    Hal lainnya yang cukup penting dalam pengobatan TB, menurut dr. Nurendah adalah peran PMO atau pengawas minum obat. PMO ini yang akan memastikan obat diminum dengan dosis yang tepat dan teratur. Disamping itu, petugas PMO ini akan memberikan semangat bagi pasien untuk terus meminum obatnya sesuai anjuran dokter. “Penyakit TB ini bukan penyqkit keturunan atau anggapan orang seperti kena guna-guna, tetapi penyakit menular. Penyakit ini ditularkan lewat percikan dahak dari penderita yang dahaknya mengandung kuman TB. Untuk itu, sebagai salah satu upaya pencegahan penularannya kita harus memperhatikan etika batuk”, kata dr. Nurendah
    Dalam kaca mata dr Daniel Budi Wibowo, M.Kes, RS Panti Wilasa “Dr.Cipto” sudah memiliki sumber daya manusia yang terlatih DOTS (dokter umum, dokter spesialis, paramedik, petugas laboratorium maupun farmasi). “Kami memanfaatkan benar sumber daya yang kami miliki untuk menjalankan strategi DOTS secara maksimal. Selain itu, sosialisasi supaya masyarakat tahu dan mau berobat, juga kita intensifkan dengan maksimal,” tambahnya.
    Secara linier, apa yang dilakukan pihak Rumah Sakit sebenarnya untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB. Penerapan strategi DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi etika kedokteran. Apabila Anda memerlukan pelayanan ini, Silakan datang ke klinik DOTS RS Panti Wilasa “Dr. Cipto”.

 

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 43 (JULI-SEPTEMBER 2015)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev PEMERIKSAAN KESEHATAN GEREJA-GEREJA
Next KURANG PENDENGARAN

Tinggalkan Komentar